Medan,-
Gerakan Mahasiswa Pemerhati Korupsi Sumatera Utara ( GMPK Sumut ) menghubungi awak media melalui WhatsApp dengan nomor handphone +62-822-8017-** menyebutkan bahwa adanya dugaan korupsi pada pengerjaan pembangunan gedung kantor UPTD Bapenda Aek Kanopan Kab. Labuhanbatu Utara dengan pagu senilai Rp 12 Miliar menuai kecaman dan sorotan.senin(21/1).
Pasalnya, proyek pembangunan konstruksi yang terkesan pemborosan anggaran serta terindikasi bancakan proyek oknum ASN di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Sumatera Utara berinisial SN yang disebut-sebut, mengakui dirinya sebagai salah seorang kepala daerah di Sumatera Utara.
Hal tersebut tegas disampaikan oleh Ketua Gerakan Mahasiswa Pemerhati Korupsi Sumatera Utara ( GMPK Sumut ) usai melayang Surat laporan kepada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) agar dilakukan audit investigasi oleh aparat penegak hukum untuk menunjukkan kepada rakyat terhadap penggunaan uang negara yang tepat sasaran.
"Saat awal pembangunan,kami mendapat informasi bahwa ada pembangunan kantor di lokasi permukiman kami. Katanya kantor pajak, kami telusuri proses tendernya di layanan pengadaan secara elektronik (LPSE), terlihat jelas sebuah perusahaan beralamat di Medan yang statusnya perusahaan yang disewa-sewakan dan pernah terindikasi kasus hukum,"ujar AZ Panjaitan.
Berawal dari LPSE tersebut, lanjut AZ Panjaitan memaparkan kami mendalami proses perjalanan tender hingga pengerjaan proyek tersebut, bahwa saat melakukan penawaran proyek terlihat hanya 2 (dua) perusahan yang melakukan penawaran yaitu CV Sanjaya dan CV Citra Amanda sebagai pemenang tender.
Akan tetapi, CV. Amanda Citra Yang Beralamat di Jl. SM. Raja Km. 11 Komplek Riviera Bloc. CL No. 148 Medan diberi tanda bintang sebagai pemenang oleh pihak Pokja Biro pengadaan barang dan jasa.
"Yang menjadi persoalan, perusahaan yang dikalahkan pihak Pokja menawar lebih rendah yaitu CV Sanjaya diduga sebagai perusahaan pendamping pemenang tender yang status perusahaannya juga kerap disewa-sewakan diduga para mafia proyek di Pemerintah Provinsi Sumut. "Jelasnya.
"Kenapa dugaan kami bahwa kedua perusahaan itu disewa bersamaan kontraktor penyedia yang terindikasi sebagai " Pengantin" proyek?, dijelaskan AZ Panjaitan Ketua GMPK Sumut kembali menerangkan, bahwa CV Sanjaya terkesan tidak melakukan sanggahan serta seakan diam dikalahkan, meskipun perusahaan sebagai penawar terendah.
Dilanjutkan, AZ Panjaitan mengungkapkan bahwa pengerjaan proyek tersebut diketahui sudah dilakukan pembayaran 100 persen, meskipun belum diselesaikan serta belum melakukan berita acara serah terima (BAST), dikarenakan diduga munculnya tawaran pihak rekanan yang berjanji memberikan Fee Proyek yang lebih besar.
"Menguat kenapa CV Sanjaya juga merupakan perusahaan pendamping yang digunakan rekanan melakukan penawaran terendah tidak dimenangkan,karena Oknum ASN berinisial SN melalui PPK bernama Faisal Amanda Nasution menyampaikan, jika CV Sanjaya yang dimenangkan, fee terlalu sedikit sehingga tidak cukup untuk setoran."tegasnya.
Oleh karena itu, kata AZ Panjaitan sebelum mengakhiri,”Sebagai komitmen mereka sebagai bagian pilar kebangsaan dan kontrol sosial, mengawal persoalan ini, melalui aksi unjuk rasa di Kejaksaan tinggi Sumut dan Markas Polda Sumut, agar menjadi atensi untuk di usut tuntas. "
Meskipun, "kata AZ Panjaitan lagi, bahwa Koordinasi, supervisi dan pencegahan (Korsupgah) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah melakukan pendampingan.
"kami mendukung KPK-RI, agar terus melakukan penelusuran diduga fee proyek serta adanya konspirasi antara Bapenda dengan Pemkab Labuhanbatu Raya dalam hal penetapan perusahaan pemenang proyek yang disebut-sebut anak main Bupati berinisial HS, meskipun nantinya Polda Sumut dan Kejati Sumut juga melakukan investigasi yang sama" Pungkasnya.(tim)
0 Komentar